Baper Menghadapi Julidan

 


Ga pernah terpikirkan. Menjadi orang yang dibenci seseorang. Padahal sebagai sesama menantu, saya menghargainya. Tapi entah apa salah saya. Entah terlalu dekat dengan mertua atau bagaimana.
Jaman sekolah dan bekerja saya jauh dari orangtua. Jadi setelah saya menikah, bakti saya kepada orangtua saya wujudkan dengan membantu mertua. Karena saya tinggal dekat dengan mertua. Lagi-lagi jauh dari orangtua. Berharap semoga berkahnya untuk orangtua saya. Semoga Allah menerima niat baik saya membantu mertua.
Setiap hari menemani mertua masak, timbullah rasa sayang saya seperti sayang ke kedua orangtua saya. 
Tapi ada saja godaan dan ujiannya. Ada yang tidak senang. Padahal niat saya bukan untuk menjadi menantu kesayangan.
Entahlah. Ridho nya manusia memang tak ada ujungnya.
Ada satu hikayat. Hikayat Luqman dan putranya. Dikutip dari kitab Hikayatul Ahsan.
Suatu hari Luqman dan putranya pergi ke pasar. Luqman menaiki seekor himar. Sedangkan putranya jalan kaki. Kata orang-orang yang melihat, "apa gak kasihan anaknya jalan? "
Lalu oleh Luqman, putranya disuruh naik himar. Kata orang-orang, "himar satu dinaiki dua orang. Kasihan himarnya".
Lalu himar dinaiki putranya saja. Kata orang-orang, "masa orang tua disuruh jalan kaki"
Lagi-lagi berganti posisi. Kali ini Luqman dan putranya berjalan kaki mengiringi himar. Lagi-lagi orang sekitar berkomentar, "kenapa tunggangannya dikosongkan, malah jalan kaki".
Nah, disini Luqman memberi pengertian kepada putranya. 
شاءنالناس صعب جدا 
Kelakuan manusia itu sangatlah sulit.
Musim hujan ngeluh. Musim kemarau ngeluh. Selalu ngomel. 
Menurut ahlul hikmah
رضا الناس غاية لا تدرك
Ridhonya manusia adalah sesuatu yang ga ada ujungnya.
Yang sempurna adalah mencari ridho Allah. Bukan mencari pujian manusia. Atau mundur sebab hinaan manusia.

Ok. Setelah membaca hikayat tersebut saya memantapkan hati. Biarkan gunjingan orang. Tetaplah lakukan aktivitas kita dengan berharap ridho ilahi. Tapi mungkin kelemahan saya yaitu baper. Jadi sampai sekarang adakalanya saya berpikir, sampai kapan keluarga ga damai. Ga enak loh. Apalagi kedua mertua sudah tidak ada.

Saya bertanya tapi tak dijawab. Bahkan di depan orang banyak sekalipun. Ah mungkin tak terdengar. Saya berhusnudzon. Ternyata di tempat sepi yang hanya ada saya dan dirinya pun pernah beberapa kali saya alami. Nikmat sekali. 
Tapi bukan sekali dua kali dirinya mendatangi saya. Saat ada butuhnya. Meminjam uang. Menangis meminta bantuan pun pernah, karena suaminya (kakak suami saya) tersandung kasus narkotika.

Sesekali saya curhat ke saudara pihak suami. Karena ingin mencari solusi. Lagi dan lagi jawaban kakak sepupu, "emang kaya gitu tabiatnya, abaikan, kasian badan kamu kapan gemuknya", candanya sambil nunjuk badan kurus saya. 😁

Sampai tahun ke delapan, kondisi masih  belum juga berubah. Sampai akhirnya saya dengar perkataan seorang kyai. 
"Biarkan orang cemberut, manyun, menggibah. Itu mulut mulut dia. 
Biarkan orang hasud, itu hati hati dia. 
Tujuan kita hanya cari ridho Allah. 
Bukan ridho manusia yang ga ada ujungnya"

Adakah yang mengalami hal serupa? 
Butuh support untuk bersikap selow menghadapi sifat kekanak-kanakkan sesama kaum hawa 😄. Kalo bapa-bapa kayanya ga ampe berlarut-larut gini ya. Share di komen ya gaes.

Komentar

  1. Santai aja mbak. Cuekin aja yang kayak gitu. Respon orang bukan bukan kontrol kita lagi mbak. Yang penting itu belajar untuk kontrol diri dan anggap mereka gak penting. Fokus sama diri sendiri aja mba. Semangaaat 😁

    BalasHapus

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Ziarah Panjalu, Pamijahan dan Gunung Haruman

Mulai Berani Nulis

Penanganan Demam Pada Anak di Rumah